Selasa, 27 November 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masih sangat tinggi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005, angka kematian ibu saat melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tengah adalah 252 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dua kali lipat lebih tinggi dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup (Erlina, 2008). Menurut Manuaba (1998), penyebab kematian maternitas terbanyak adalah perdarahan (40-60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%).
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Seperti diatas salah satu penyebab kematian ibu adalah retensio sisa plasenta. Retensi sisa plasenta merupakan tertinggalnya suatu bagian dari plasenta dalam rongga uterus. Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan post partum. Kesan yang tidak lengkap pada plasenta atau sebagian selaput plasenta yang telah lahir serta adanya perdarahan yang terjadi segera merupakan tanda masih adanya sisa plasenta yang tertinggal di dalam rongga uterus.
Bila terjadi perdarahan post partum, pastikan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah retensi sisa plasenta, maka plasenta yang tertinggal harus dikeluarkan secara manual atau dilakukan kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika secara intravena atau oral.

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa Definisi Retensio sisa plasenta
b.      Bagaimana mendiagnosa Retensio sisa plasenta
c.       Apa etiologi retensio sisa plasenta ?
d.      Bagaimana Penanganan Retensio sisa Plasenta
e.       Bagaimana pencegahan retensio sisa plasenta ?

C.     Tujuan
a.       Mengetahui Definisi Retensio sisa Plasenta
b.      Mengetahui cara mendiagnosa retensio Sisa Plasenta
c.       Mengetahui etiologi retensio Sisa Plasenta
d.      Mengetahui Penanganan retensio sisa Plasenta
e.       Mengetahui Pencegahan Retensio sisa placenta
BAB II
PEMBAHASAN


A.    ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

B.     PENGERTIAN
1.      Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.
2.      Retensio sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum dini dan perdarahan postpartum lambat. Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
3.      Retensio sisa plasenta adalah suatu keadaan dimana sebagian kecil dari plasenta tertinggal didalam rahim (obstetri fisiologi prof. Dr. Rustam Moehtar)
4.      Suatu bagian dari plasenta,satu atau lebih lobus tertinggal di dalam uterus
(Sarwono Prawiroharjo,2002;M.31)

C.     ETIOLOGI
a.       His yang kurang baik
b.      Tindakan pelepasan plasenta yang salah sehingga menyebabkan lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
c.       Plasenta akreta
d.      Atonia uteri
D.    TANDA DAN GEJALA RETENSIO SISA PLASENTA
Tanda dan gejala yang selalu ada:
'  Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
'  Perdarahan segera
Tanda dan gejala kadang-kadang ada:
'  Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
'  Perdarahan pasca persalinan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir.
E.     DIAGNOSA
Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan post partum, sebagian pasien akan kembali lagi ke tempat persalinan dengan keluhan perdarahan. Melakukan eksplorasi untuk memastikan dengan tangan. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahm setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim dianggap baik sebagai ssisa plasenta yang tertinggal didalam rahim.

F.      PENATALAKSANAAN MEDIS.
a.       Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuret atau kuretase merupakan tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan atau sisa jaringan dari dalam rahim dengan fungsi diagnostik atau terapetik. supaya rahim bersih dari jaringan yang tidak semestinya berada bahkan tumbuh di dalamnya. Jika tidak dibersihkan, akan memunculkan gangguan seperti nyeri dan perdarahan. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

b.      Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)
2.       Kosongkan kandung kemih
3.      memakai sarung tangan steril
4.      desinfeksi genetalia eksterna
5.      tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri sampai servik
6.      lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta
7.      lakukan pengeluaran plasenta secara digital
8.      setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika
9.      berikan antibiotik utk mencegah infeksi
antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1 gram.oral dikombinasikan dngan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan 3x500 mg oral.
10.  observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
11.  Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
c.       Hal – hal yang dilakukan bila penanganan digital :
1.       jika perdarahan masih segera dilakukan utero vagina tamponade selama 24 jam,diikuti pemberian uterus tonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke 4 baru dilakukan kuretase utk membersihkannya.
2.      Keluarkan sisa plasenta dg cunam ovum atau kuret besar. Jaringan yg melekat dg kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha utk melepaskan plasenta terlalu kuat melekatnya dapat mengakibatkan perdarahan hebat atau perforasi uterus yang biasanya membutuhkan tindakan histerektomi. (S.prawiroharjo, 2002 ; 29)
3.      Komplikasi tindakan
a.       Perforasi tindakan
b.       Infeksi
c.        Perdarahan

G.     PENCEGAHAN RETENSIO  SISA PLASENTA
Untuk mencegah terjadinya retensio plasenta atau sisa plasenta. Ada beberapa hal yaitu :
a.       Meningkatkan KB
b.      Meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih
c.       Pada saat pertolongan partus (kala III) tidak diperkenankan melakukan masase dengan tujuan mempercepat prose persalinan plasenta karena dapat mengacaukan kontraksi uterus.
d.      Gizi yang cukup
e.       Tidak melakukan cureetagge terlalu bersih (endometrium) terkikis habis

H.    ASUHAN KEBIDANAN
Sikap Bidan 
Bidan hanya diberi kesempatan utk melakukan pelepasan sisa plasenta dengan manual atau digital dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan.
Bila dengan cara tersebut tidak bisa teratasi,pasien segera dirujuk. (Prof.Dr.Rustam Mochtar,1997,338). Sebelum itu bidan menginformasikan kepada keluarga bagaimana keadaan ibu saat ini dan penanganan yang harus dilakukan , setelah itu membuat inform consent / persetujuan terhadap keluarga.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Retensio sisa plasenta adalah suatu keadaan dimana sebagian kecil dari plasenta tertinggal didalam rahim (obstetri fisiologi prof. Dr. Rustam Moehtar). Diakibatkan oleh  his yang kurang baik, perlepasan plasenta yang tidak benr, atonia uteri. Akibat dari retensio sisa plasenta adalh mengakibatkan perdarahan dan bisa komplikasi ke infeksi.
B.     SARAN
Dianjurkan kepada ibu untuk menghindari faktor predisposisi terjadinya RSP.
























DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, FG., Gant, NF., Leveno, KJ., dkk. 2005. Perdarahan Postpartum. Dalam : Obstetri Williams Vol. 1 (Ed. 21). Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, S. 2002. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, AB., Rachimhadhi, T. 2007. Gangguan Dalam Kala III Persalinan. Dalam : Ilmu Kebidanan (Ed. 3). Jakarta : YBP-SP.

AS NIFAS DIASTASIS RECTI ABDOMINIS


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen.

Diastasis recti abdominis umumnya terjadi di sekitar umbilikus, tetapi dapat terjadi di mana saja antara proses Xifoideus dan tulang kemaluan (pubis). Ini adalah hasil dari kelemahan peregangan otot perut dari perubahan hormon ibu dan ketegangan yang meningkat dengan membesarnya rahim. Diastasis recti abdominis dapat terjadi dalam berbagai derajat selama kehamilan dan tidak mungkin menyelesaikan secara spontan pada periode postpartum.

B.     Gejala diastasis recti abdominis
Diastasis recti abdominis tampak seperti punggung bukit, yang berjalan di tengah area perut. Ini membentang dari dasar proses Xifoideus ke tulang umbilicus dan kemaluan, dan dapat meningkat dengan adanya ketegangan otot.
Diastasis recti abdominis umumnya terjadi pada wanita yang memiliki kehamilan kembar yang menyebabkan peregangan oto yang berulang. Peregangan yang berlebihan pada kulit dan jaringan lunak di bagian depan dinding abdomen mungkin bisa jadi salah satu tanda kondisi diastasi recti abdominis yang tejadi pada awal kehamilan. Diastasis recti abdominis biasanya muncul pada trimester kedua. Insiden tertinggi terjadi pada trimester ketiga dan tetap tinggi pada periode pasca-melahirkan. Pada akhir kehamilan, bagian atas rahim (fundus uteri) sering terlihat menonjol keluar dari dinding abdomen. Garis bagian dari bayi yang belum lahir dapat dilihat dalam beberapa kasus yang parah. Fenomena ini lebih sering terjadi pada ibu dengan multiparitas, karena linea alba mengalami peregangan berulang. Diastasis recti abdominis lebih banyak terjadi pada wanita hamil yang tidak berolahraga dibandingkan dengan wanita hamil berolahraga.
Pemisahan otot recti abdominis dapat menyebabkan berbagai masalah. Tanpa adanya stabilisasi yang dinamis maka otot-otot perut akan membuat dinding perut menjadi lemah dan dapat membahayakan stabilitas batang dan mobilitas. Hal tesebut juga dapat mengakibatkan sakit punggung, disfungsi dasar panggul, hernia, cacat kosmetik dan pengiriman vagina. Jadi nyeri panggul adalah manifestasi paling umum dari diastasis recti abdominis. Sebuah studi retrospektif yang dilakukan pada tahun 2007 oleh Spitznagle et al meneliti prevalensi diastasis recti abdominis pada populasi pasien urogynecological dan ditemukan 66% dari semua pasien dengan diastasis recti abdominis memiliki dukungan yang berhubungan dengan disfungsi panggul (SPFD), diagnosa stres , inkontinensia urin, inkontinensia feses , dan organ panggul prolaps.

C.    Mendiagnosis diastasis recti abdominis
Ultrasonography (USG) merupakan metode yang akurat untuk mengukur diastasis rektus atas umbilikus dan di tingkat pusat. Namun karena ketebatasan alat kesehatan yg ada, penyedia layanan kesehatan dapat melakukan tes palpasi cepat untuk menilai diastasis recti abdominis. Diastasis recti abdominis sulit ditemukan pada perut dalam keadaan rileks. Sebuah pemeriksaan memerlukan kontraksi otot rektus abdominis, dan akan memungkinkan untuk penilaian diastasis recti abdominis. Sebuah pemisahan atau peregangan otot pada bagian tengah perut yang diukur setelah kehamilan umumnya memiliki lebar sekitar satu hingga dua jari dan tidak menjadi masalah. Tetapi jika lebar peregangan otot di garis tengah adalah  lebih dari dua setengah jari  dan lebarnya  tidak menyusut saat pasien mengencangkan otot perut nya serta terdapat gundukan kecil menonjol di garis tengah perut, maka pasien mungkin memiliki diastasis recti abdominis dan perlu mengambil tindakan pencegahan yang khusus untuk mengatasinya seperti dengan melakukan beberapa latihan dan kegiatan lainnya.
Diastasis recti abdominis terjadi jika dalam pemeriksaan tedapat peegangan otot atau pemisahan otot pada garis tengah perut hingga dua jari atau lebih atau ibu/pelayan kesehatan dapat memasukkan dua jari atau lebih ke dalam ruang unggul umbilikus. Pada kontraksi perut lanjut, pemisahan atau peregangan otot pada garis tengah perut harus menutup, namun jika masih ada peregangan yang lebarnya lebih besar dari 1 jari, itu merupakan diastasis recti abdominis positif. Seperti tes biasanya yang diberikan pada wanita postpartum untuk memeriksa integritas dari recti abdominis, dan harus ditekankan bahwa tes ini dapat dilakukan pada ibu pasca-caesar hanya setelah sayatan mereka sudah sembuh, sekitar 6-10 minggu setelah operasi.

D.    Pengelolaan
Manajemen konservatif, seperti latihan terapi spesifik yang diarahkan oleh fisioterapis, atau ahli kesehatan yang sangat paham mengenai diastasis recti abdominis, biasanya menjadi intervensi yg paling pertama. Latihan tersebut bertujuan untuk memperkuat otot inti yang mendalam, seperti abdominis transverses dan otot dasar panggul. Latihan perut yang buruk dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen, gaya ini dapat menyebabkan pemisahan recti lebih lanjut dan tonjolan yang menyertainya / hernia memburuk.
Oleh karena itu, penting untuk memantau diastasis recti abdominis (dan hernia jika ada) sebelum melakukan latihan pengencangan otot perut. Latihan perut tidak cocok meliputi sit up, kaki lurus menimbulkan, gerakan Pilates yaitu "100s" dan terutama kegiatan trunk rotasi, seperti berselang-seling sit up yang menargetkan obliques, dapat membuat peregangan otot perut yang berlebihan. Kelemahan pada otot inti memberikan kontribusi terhadap penutupan kekuatan yang cukup dari sendi sacroiliac yang menyebabkan ketidakstabilan panggul, yang akhirnya dapat mengakibatkan penurunan sakit punggung dan pinggul. Dalam keadaan yg buruk, pemisahan otot recti abdominis dapat mengakibatkan hernia. Oleh karena itu, saat pertama diastasis diidentifikasi, pasien diminta untuk membuat perjanjian awal dengan fisioterapis antara 2 sampai 3 minggu setelah melahirkan. Menindaklanjuti kunjungan berikutnya dilakukan pada 2, 3 atau dengan jarak 4 minggu setelahnya tergantung pada kondisi pasien yaitu kondisi otot perut pasien, kemampuan pasien untuk memahami program latihan, dan kepatuhan pasien untuk menindaklanjuti latihan.
Pada kunjungan awal, pasien diberikan petunjuk tentang mekanika tubuh yang benar, postur tubuh yang tepat, latihan yang tepat untuk mengaktifkan otot-otot perut, dan latihan yang tepat untuk kembali menguatkan otot recti abdominis tanpa meningkatkan tekanan intra-abdomen .
Pada setiap kunjungan berikutnya, pasien diajarkan untuk melatih kontrol konsentrik dan eksentrik dari otot-otot perut dan untuk mensimulasikan peran fungsional dari otot-otot perut dalam stabilisasi bagasi.
Rekomendasi kegiatan fisik dan olahraga di rumah dan masyarakat juga diberikan pada kunjungan berikutnya. Dukungan perut bantu / splints dapat direkomendasikan. Pasien dipulangkan saat diastasis recti abdominis sudah menutup.

E.     Prognosa
Pasien biasanya tidak dalam keadaan baik. Dalam kebanyakan kasus, diastasis recti abdominis biasanya sembuh sendiri selama periode postpartum 6 minggu sampai 3 bulan. Namun, diastasis recti abdominis juga dapat berlanjut lama. Intervensi lebih lanjut mungkin diperlukan jika pemulihan diastasis recti abdominis tidak terjadi. Latihan terapi spesifik dapat membantu meningkatkan kondisi. Hernia umbilikalis dapat terjadi dalam beberapa kasus. Jika nyeri hadir, operasi mungkin diperlukan. Secara umum, komplikasi hanya terjadi ketika hernia berkembang.

F.     Komplikasi diastasis recti abdominis
Hernia umbilikalis
Menurut Medline Ditambah Encyclopedia Medis, komplikasi paling serius diastasis recti adalah hernia umbilikalis. Sebuah hernia umbilikalis terjadi ketika pemisahan otot-otot perut memungkinkan bagian dari usus untuk menonjol.

Back Pain
Karena otot-otot perut Anda mendukung tulang belakang Anda, diastasis recti dapat menyebabkan nyeri kronis pada punggung bawah Anda. Rendah kembali sakit dapat menyebabkan sikap tubuh yang buruk




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Wanita dengan diastasis recti abdominis lebih mungkin terjadi pada wanita yang usianya lebih tua dan dengan paritas tinggi, memiliki anak kembar, bayi yang lebih besar, dan kelahiran melalui operasi caesar. Studi menunjukkan bahwa pemulihan sebelumnya mungkin berhubungan dengan paritas rendah, kelahiran tunggal, penambahan berat badan di bawah 35 kilogram, berat lahir bayi <3,7 kg, tingkat peningkatan aktivitas sebelum, selama dan setelah kehamilan. Secara klinis, kepatuhan yang baik dengan program perawatan dan inisiasi awal pengobatan juga dapat meningkatkan pemulihan. Oleh karena itu, tindakan profilaksis, seperti pemeriksaan rutin / identifikasi diastasis recti abdominis dan diastasis manajemen recti abdominis berikutnya untuk semua ibu selama kehamilan dan periode pasca-melahirkan mungkin bermanfaat dalam jangka panjang.




















DAFTAR PUSTAKA

Anderson, DM. Mosby s Medical Dictionary. 6th ed. St Louis, Mo: Mosby; 2002.
Boissonnault J.S. & Blaschak MJ Insiden diastasis recti abdominis Selama Tahun subur.
Terapi Fisik Juli 1988vol. 68 (7), p 1.082-1.086
Chiarello, C. M.  Penelitian Studi: Pengaruh Program Latihan di diastasis recti abdominis pada Wanita Hamil. Jurnal Terapi Kesehatan Fisik Wanita: 2005:29 (1), hlm 11-16.
Marx J. Rosen Darurat Kedokteran: Konsep dan Praktek Klinis. 6th ed. St Louis, Mo: Mosby; 2006.
Mendes D.A. et al. Ultrasonografi untuk mengukur rektus abdominis diastasis otot. Acta Cir Bras. 2007:22 (3): p 182-6.
Spitznagle T.M., Leong F.C. dan Van Dillen L.R. Prevalensi diastasis recti abdominis pada populasi pasien urogynecological. International Journal Urogenikologi 2007: 18 (3), p 321-328, DOI: 10.1007/s00192-006-0143-5