BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Infeksi
nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya kuman-kuman ke dalam
alat-alat genital pada saat kehamilan dan persalinan. Di negara-negara
berkembang dengan pelayanan kebidanan yang masih jauh dari keaadaan sempurna
kejadian infeksi nifas masih besar. Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh
bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir. Kasus
infeksi nifas sering terjadi. Namun akan sembuh dengan pengobatan yang benar
dan baik. Menurut derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan
mortalitas tinggi,diikuti peritonitis umum dan piemia.
Salah satu
contoh infeksi nifas yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu endometritis.
Endometritis yaitu peradangan yang terjadi pada endometrium pada lapisan
sebelah dalam. Sama-sama kita ketahui bahwa peradangan endometrium pada masa
nifas diindonesia masih tinggi karena kurangnya ketelitian dan kecermatan dalam
penanganan mengenai hal ini baik dalam masa kehamilan maupun persalinan.
Masih
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga personal higiene,
kurangnya pengetahuan tentang dampak jangka pendek dan jangka panjang
endometritis bagi ibu menjadi salah faktor atau dasar bagi penulis untuk
membahas tentang infeksi nifas mengenai endometritis.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan infeksi nifas?
2.
Apa saja tanda – tanda infeksi nifas ?
3.
Apa yang dimaksud dengan endometritis ?
4.
Apa saja macam – macam endometritis ?
5.
Apa penyebab endometritis ?
6.
Bagaimana patogenesis endometritis ?
7.
Bagaimana gejala klinis endometritis ?
8.
Bagaimana mendiagnosis endometritis ?
9.
Bagaimana penatalaksanaan pada endometritis ?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi
nifas
2.
Untuk mengetahui tanda – tanda infeksi nifas
3.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan endometritis
4.
Untuk mengetahui macam – macam endometritis
5.
Untuk mengetahui penyebab endometritis
6.
Untuk mengetahui bagaimana patogenesis endometritis
7.
Untuk mengetahui gejala klinis endometritis
8.
Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosis endometritis
9.
Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada
endometritis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
INFEKSI NIFAS
1. Pengertian
Infeksi nifas atau dalam
istilah medis disebut juga “infeksi puerperalis”. Infeksi nifas adalah
infeksi bakteri pada saluran genital (kemaluan) yang terjadi setelah melahirkan
yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh sampai 38°C atau lebih selama dua
hari, terjadi dalam sepuluh hari setelah melahirkan tapi dengan mengecualikan
24 jam pertama.
Masa nifas
(puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira enam minggu (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Ne'bnatal, 2001:122).
2.
Fisiologi
postpartum
Perubahan-perubahan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Sistem
Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia
umum selama proses pembedahan menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi,
kedalaman dan pola respirasi. Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret
pada jalan nafas yang menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan
berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan
peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya
nyeri.
b. Sistem
Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan
persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami perubahanantara lain :
1) Cardiak
Output
Penurunan cardiac output
menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan.
Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan,
kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik dengan
penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi
pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat
peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah persalinan,
dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan
secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri.
2) Volume
dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah
persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel darah. Selama persalinan
erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan
kembali stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat pada
early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi.
Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan
adanya infeksi. Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml.
Pada klien post partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih
banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc).
c. Sistem
Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum
seksio sesarea biasanya mengalami penurunan tonus otot dan motilitas traktus
gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot
tergantung atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang
digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus.
Secara spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa
pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia
umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi
serta gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa
sebelumnya.
d. Sistem
Reproduksi
1) Payudara
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar.
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar.
2) Involusi
Uterus
Segera setelah plasenta lahir,
uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya akan menjadi keras sehingga
dapat menutup/menjepit pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi
plasenta. Proses involusi uterus terjadi secara progressive dan teratur yaitu
1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama post partum sampai akhir minggu pertama
saat tinggi fundus sejajar dengan tulang pubis. Pada minggu keenam uterus
kembali normal seperti keadaan sebelum hamil kurang lebih 50-60 gram. Pada
seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir perut. Rasa tidak nyaman
karena kontraksi uterus bertambah dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada
uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam post operasi.
3) Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga.
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga.
4) Cerviks,
Vagina, Vulva, Perineum
Pada persalinan dengan seksio
sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks dan vagina kecuali bila
sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan mengalami peregangan dan
kembali normal sama seperti post partum normal. Pada klien dengan seksio
sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.
5) Lochea
Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan desidua, sel-sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu :
Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan desidua, sel-sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu :
a) Lochea
Rubra
Keluar pada hari pertama sampai
hari ketiga post partum. Warna merah terdiri dari darah, sel-sel desidua,
vernik caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban.
b) Lochea
Serosa
Mengandung sel darah tua, serum,
leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan warna kuning kecoklatan, berlangsung
hari keempat dan kesembilan post partum.
c) Lochea
Alba
Berwarna putih kekuningan, tidak
mengandung darah, berisi sel leukosit, sel-sel epitel dan mukosa serviks.
Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 2-6 post partum (Cuningham, 195 :
288). Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea
berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan, lochea yang prulenta (nanah), aras
nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan
dan terjadi infeksi intra uterin.
e. Sistem
Endokrin
Kaji kelenjar tiroid, adakah
pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan kelenjar getah bening dan kaji
.juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus.
f. Sistem
Perkemihan
Pada klien seksio sesarea terutama
pada kandung kemih dapat terjadi karena letak blass berdempetan dengan uterus,
sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly
kateter selama pembedahan sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian
kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu
dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
g. Sistem
Persarafan
Sistem persarafan pada klien post
partum biasanya tidak mengalami gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari
pemberian anesthesia spinal atau penusukan pada anesthesi epidural dapat
menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan
spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama. Kesadaran biasanya.
h. Sistem
Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan
sering hilang setelah persalinan akibat dari penurunan hormon progesterone dan
melanotropin, namun pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara
keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut
yang berlebihan terlihat selama kehamilan seringkali menghilang setelah
persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi
folikel rambut sehingga rambut tampak rontok.
i.
Sistem Muskuloskletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang
secara bertahap, hal ini menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post
partum, terutama menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus
abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat
luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu
sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah
persalinan, pada klien post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila
dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang
disebabkan oleh peregangan otot.ama.
3.
Tanda-tanda
infeksi nifas :
a.
Demam tinggi (38°C atau lebih), kadang disertai
menggigil.
b.
Rasa panas dan nyeri pada tempat infeksi.
c.
Kadang-kadang terasa perih saat buang air kecil.
d.
Ibu terlihat sakit dan sangat lemah.
4. Faktor Resiko Infeksi Nifas
Faktor resiko terjadinya infeksi nifas, antara lain:
a.
Setiap keadaan yang menurunkan daya tahan tubuh ibu,
seperti perdarahan, kelelahan, gizi buruk, preeklamsi, eklamsi, infeksi lain
yang diderita ibu, penyakit jantung, TBC paru, pneumonia, dan lain-lain.
b.
Ibu dengan proses persalinan lama, persalinan yang
tidak terduga (mendadak) sehingga kurang tertangani dengan baik.
c.
Kemungkinan infeksi panggul setelah melahirkan yang
serius, berhubungan dengan lamanya ketuban pecah sebelum melahirkan.
d.
Luas serta banyaknya luka guntingan atau robekan
ketika proses persalinan.
e.
Ibu yang menjalani tindakan operasi, baik lewat jalan
lahir maupun perut.
f.
Tertinggalnya sisa ari-ari, selaput ketuban, atau
bekuan darah dalam rahim.
5. Pencegahan Infeksi Nifas
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi nifas, antara lain :
a.
Sebaiknya ibu memperhatikan kondisi kesehatannya
selama hamil, segera periksa ke bidan atau dokter jika ada keluhan.
b.
Minum suplemen zat besi secara teratur untuk mencegah
terjadinya anemia.
c.
Konsumsi makanan yang bersih, sehat, cukup kalori,
protein, dan serat (sayur, buah).
d.
Minum air dalam jumlah yang cukup.
e.
Ibu hendaknya memilih tenaga penolong persalinan yang
terlatih, supaya proses persalinan terjamin kesterilannya.
f.
Harus menjaga kebersihan dan memberi perawatan khusus
jika terjadi perlukaan seperti di tempat jahitan pada jalan lahir maupun perut
(operasi cesar).
B.
INFEKSI
ENDOMETRIUM (ENDOMETRITIS)
1. Pengertian Endometritis
Radang selaput
lendir rahim atau endometritis
adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi. Jenis
infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium,
biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat
mengikutsertakan seluruh endometrium.
2. Macam – Macam Endometritis
Endometritis dibagi menjadi 3 macam:
a.
Endometritis postpartum
Peradangan yang terjadi setelah
melahirkan.
b.
Endometritis sinsitial
Peradangan pada dinding rahim akibati
tumor jinak yang disertai sel intisial dan trofoblas yang banyak.
c.
Endometritis tuberkulosa
Peradangan pada endometrium dan
tuberculosa.
3. Penyebab / Predisposisi Endometritis
a.
Aborsi
b.
Kelahiran kembar
c.
Kerusakan jalan lahir
d.
Kelanjutan retensio plasenta yang
mengakibatkan involusi pasca persalinan menjadi menurun
e.
Adanya korpus luteun persisten.
f.
Persalinan Pervaginam
Jika dibandingkan dengan persalinan per abdominan/sc,
maka timbulnya endometritis pada tersalinan pervaginam relatif jarang.Bila
persalinan pervaginam disertai penyulit yaitu pada ketuban pecah prematur yang
lama, partus yang lama dan pemeriksaan dalam berulang, maka kejadian
endometritis akan meningkat sampai mendekati 6%. Bila terjadi korioamniotis
intrapartum, maka kejadian endometritis akan lebih tinggi yaitu mencapai 13%.
g.
Persalinan SC
SC merupakan faktor predisposisi utama
timbulnya endometritis dan erat kaitannya dengan status sosial ekonomi
penderita. Faktor resiko penting untuk timbulnya infeksi adalah lamanya proses
persalinan dan ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang dan pemakaian alat
monitoring janin internal. Karena adanya faktor resiko tersebut america
college of obsetricians andgynekologists menganjurkan pemberian antibiotika
profilaksis pada tindakan secsio caesarea.
4. Bakteriologi
Meskipun pada serviks umumnya terdapat
bakteri, kavum uteri biasanya steril sebelum selaput ketuban pecah. Sebagai
akibat proses persalinan dan manipulasi yang dilakukan selama proses persalinan
tersebut, cairan ketuban dam mungkin uterus akan terkontaminasi oleh
bakteri aerob dan anaerob.
a.
Bakteri anaerob :
1)
Peptosreptococcus
Sp
2)
Peptococcus Sp
3)
Bakterioides Sp
4)
Klostridium Sp
b.
Bakteri aerob gram positif:
1)
Enterococcus
2)
Grub B Streptococcus
c.
Bakteri gram negatif:
Echerichia coli.
5. Patogenesis
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau
melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi
endometritis.
Kejadian endometritis
kemungkinan besar terjadi pada saat kawin suntik atau penanganan kelahiran yang
kurang higienis, sehingga banyak bakteri yang masuk, seperti bakteri non
spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).
Infeksi uterus pada
persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat implantasi plesenta,
desidua, dan miometrium yang berdekatan.bakteri yang berkoloni diserviks
akan dan vagina akan menginvasi tempat implantasi plasenta saat itu biasanya
merupakan sebuah luka dengan diameter _kurang lebih 4 cm dengan permukaan
luka berbenjol – benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus.
Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen. Infeksi
uterus pasca operasi sesar umumnya akibat infeksi pada luka operasi selain
infeksi yang terjadi pada tempat implantasi plasenta.
6. Gejala klinik
a.
Suhu tubuh berkisar melebihi 38 -39 ºC
b.
Menggigil
c.
Demam biasanya timbul pada hari ke-3
disertai nadi yang cepat
d.
Nadi cepat
e.
Nyeri abdomen
f.
Pada pemeriksaan bimanual teraba agak mem
besar, nyeri dan lembek
g.
Lokhea berbau menyengat namun ada juga
yang tidak yaitu yang disebabkan olek sreptococcus lokheanya bening dan tidak
berbau
h.
Lendir vagina berwarna keputihan sampai
kekuningan yang berlebihan
i.
Rahim membesar
j.
Penderita nampak sehat namun dampak yang
diberikan dalam jangka pendek yaitu menurunkan kesuburan dan dalam jangka
panjang menyebabkan gangguan reproduksi karena perubahan saluran reproduksi.
7. Diagnosis
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis endometritis
dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Keluhan kasus endometritis biasanya
beberapa kali dikawinkan tetapi tidak bunting, siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis
yang sangat ringan. Pemeriksaan vaginal dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya
lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi per rektal
akan teraba dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak
dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
8. Terapi
Terapi endometritis, dapat dilakukan
melalui pemberian antibiotik sistemik, irigasi rahim, pemberian hormon estrogen untuk menginduksi respon rahim, dan injeksi prostaglandin untuk menginduksi esterus. Pengobatan yang direkomendasikan untuk endometritis yang agak berat
adalah memperbaiki vaskularisasi dengan mengirigasi uterus mempergunakan antiseptik ringan seperti lugol dengan konsentrasi yang rendah. Irigasi
diulangi beberapa kali dengan interval 2-3 hari. Antibiotik diberikan secara intra uterin dan intra muskular. Leleran dapat
dikeluarkan dengan menyuntikkan preparat estrogen. Untuk endometritis ringan cukup diberikan antibiotika intra uterina.
9. Penatalaksanaan
a.
Pada penderita endometritis ringan pasca
persalinan normal pengobatan dengan antibiotika oral biasanya memberikan hasil
yang baik.
b.
Pada penderita sedang dan berat , termasuk
panderita pasca secsio caesarea, perlu diberikan antibiotik spektrum luas
secara intravena, dan biasanya penderita akan membaik dalam waktu 48 – 72 jam.
c.
Bila setelah 72 jam demam tidak membaik
perlu dicari dengan lebih teliti penyebabnya karena demam yang menetap ini
jarang yang disebabkan oleh resistensi bakteri terhadap antibiotika atau suatu
efek samping obat.
d.
Penyulit endometritis yang sering
menimbulkan demam yang menetap ini diantaranya parametrial flegmon, abses
pelvis atau tempat insisi, infeksi pada hematom dan pelvik trombo flebitis.
Oleh karenanya, pada kasus endometritis yang berat dan disertai penyulit perlu
dipertimbangkan intervensi bedah untuk drainase abses atau evakuasi jaringan yang
rusak.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Radang selaput lendir rahim atau endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis.
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta,
dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.
Endometritis ini terjadi karena karena
kurangnya kesadaran ibu nifas dalam hal perrsonal higiene dan merawat
luka perineum. Padahal infeksi ini dalam jangka pendek dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kesuburan dan dalam jangka panjang menggannggu sistem
reproduksi karena perubahan saluran reproduksi. Pengobatan dan penanganan yang
tepat sangat dibutuhkan dalam kasus ini.
B. Saran
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik dan
saran dari pembaca sangat diperlukan demi sempurnanya makalah yang penulis
susun.
DAFTAR PUSTAKA
Delvita,Pratiwi.2012.http://delvitapratiwi.blogspot.com/2012/06/endometritis.html.
di unduh pada juni 2012
Sulistyawati,
Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jogyakarta: Penerbit Andi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar